Kearifan lokal adalah pandangan hidup
dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai
masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga
dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat “local wisdom” atau
pengetahuan setempat “local knowledge”atau kecerdasan setempat “local
genious”.
Sistem pemenuhan kebutuhan mereka pasti meliputi seluruh unsur kehidupan
; agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, tehnologi, organisasi sosial,
bahasa dan komunikasi, serta kesenian. Mereka mempunyai pemahaman,
program, kegiatan, pelaksanaan terkait untuk mempertahankan,
memperbaiki, mengembangkan unsur kebutuhan mereka itu, dengan
memperhatikan ekolsistem (flora,fauna dan mineral) serta sumberdaya
manusia yang terdapat pada warga mareka sendiri.
Di sudut lain sebahagian warga negara kita yang memiliki latarbelakang
ilmu pengetahuan akademis dan telah memasuki kebudayaan yang lebih
progresif ditinjau dari segi berbagai nilai dan norma kehidupan kota
ketika duduk sebagai birokrat atau sebagai akademisi yang senang dengan
gagasan-gagasan baru, melihat budaya kehidupan masyarakat lokal sebagai
sangat sederhana dan terkebelakang atau tertinggal dilihat dengan
kacamata provider dari kalangan akademisi dan birokrat tersebut bahkan
dikalangan LSM. Dari itulah selama berpuluh tahun pikiran ini
mendominasi strategi pembangunan masyrakat tersebut dengan maksud
terjadinya percepatan (akselarasi) perubahan kehidupan mereka. Akan
tetapi dalam proses itu banyak sekali kegagalan dalam upaya tersebut,
karena gagasan itu, merupakan perubahan yang didatangkan dari luar
dengan paradigma yang tidak tersistem dengan akar budaya kehidupan yang
ada dalam masyarakt itu. Bahkan yang banyak berubah adalah jajaran
birokrat yang terlibat dengan program itu yaitu mereka menjadi kaya
raya, sementara masyarakat lokal yang dibina tidak banyak perubahan
bahkan banyak yang berdampak bergesernya sejumlah nilai dan norma budaya
lokal yang baik kepada kejelekan seperti gotong royong dalam pengolahan
sawah pertanian berubah menjadi individual dan ketergantungan kepada
pebisnis di bidang terkait. Ini terjadi karena ketidaktuntasan secara
sistemik. Bahkan jika dihitung secara matematis, ribuan trilyun dana
yang dikeluarkan itu tidak efektif ditambah dengan penguapan berupa
penyimpangan hingga penyelewengan.
Dengan demikian atas banyaknya kegagagalan masa lalu itu, ke depan perlu
keseriusan para birokrat, akademisi, pengusaha terkait, LSM (NGO),
merubah paradigma, konsep, dan proposisi, serta model teori tentang
percepatan pembangunan masyarakat, termasuk atau terutama untuk
masyarakat desa di pedesaan maupun masyarakat adat perpencil.
Penyebab Kegagalan Ekselarasi Pembangunan Masyarakat Desa Pedesaan dan Komunitas Adat Terpencil
- Pembangunan tidak didasarkan kepada pengetahuan pembangun yang lengkap tentang SWOT Budaya Kehidupan Masyarakat yang bersangkutan.
- Stretagi Pembangunan yang dilakukan, sangat kental dengan pendewaan, apa yang terpikir oleh birokrat, akademisi, pengusaha terkait, dan LSM.
- Jumlah anggaran dan rentangan waktu untuk ekselarasi pembangunan desa Pedesaan dan KAT (Pemetaan, Jenis Bangunan yang dipercepat dan insentif peneliti dan pembangun “provider”) sangat tidak sesuai atau paradok dengan fenomena masyarakat recipient.
- Dari a, b, dan c masa lalu itu sesungguhnya secara tidak kita sadari sangat tinggi kebodohan atau pelecehan atau ketidakperdulian yang dilakukan oleh pelbagai pihak terkait
- Peneliti dan pembangun sendiri, banyak yang rendah kemampuan intektual (kognitif) dan ketrampilan, komitmen dan idealismenya, yang berdampak pada etos kerja rendah dalam bertugas;
- Sering sekali keinginan birokrat, akademisi, pengusaha terkait, LSM, terhadap variasi pembangunan, membuyarkan dan mempersempit bahkan menghentikan pengintensifan hingga perluasan penganggaran pelaksanaan suatu program dan pendekatannya yang telah berhasil di suatu tempat untuk dilanjutkan uji cobanya ke daerah lainnya. Akibatnya, percepatan perluasan ke berbagai wilayah tidak tercapai dan teori madya (madya theory) dan teori besar (grand theory) pun tidak banyak yang terangkat dari pelaksanaan pembangunan yang diselenggarakan (Contoh lama: PAR (Participatory Action Research) dibidang Community Development dan Controh Baru: Basic Competence di bidang Kurikulum Pendidikan).
- Bahkan dari dana yang tersedia itupun tidak jarang oleh birokrasi, akademisi yang diberi peluang, penguasaha terkait, eksper LSM, peneliti, pembangun yang ditugasi, untuk kepentingan penelitian dan pembangunan dimaksud, menyelewengkan dana tersebut sehingga kualitas kerjanya sangat rendah.
- Ketidakmaupuan merubah paradigma dan model pendekatan kebijakan ke depan akan membuat desa pedesaan dan Komunitas Adat Terpencil (KAT ) menjadi abadi untuk proyek berkepanjangan dari birokrasi dan akedemisi serta LSM dan NGO lainnya, sebagai museum manusia unik, kesenjangan sosial laten yang potensil menyulut disorganisasi, konflik, kerusuhan, disintegrasi dan isu kemerdekan, dan intervensi masyarakat internasional. Negara kita menjadi kurang demokratis, rentan kekacauan dan sungguh tidak arif.
Sumber : http://noyanpost.blogspot.com/