1. Ketua Forum Redam Korupsi (FORK)-Cabang Sumatera Utara.

2. Ketua Lembaga Kajian Sosial Masyarakat-Wilayah Sumatera Utara.

3. Koordinator Konsultasi Hukum bagi Rakyat-Wilayah Sumatera Utara.

Jumat, 27 September 2013

Penegakan Hukum Positif Di Indonesia Terhadap Cybercrime

Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang – Undang khusus/ cyber law yang mengatur mengenai cybercrime Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasuskasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:

KESEJAHTERAAN SOSIAL: Hak Masyarakat & Kewajiban Negara

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak bulan Agustus 1997 telah menimbulkan dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat. Diawali dengan nilai tukar Rupiah yang terus melemah terhadap Dolar AS, mengakibatkan kinerja kegiatan produksi menurun tajam karena sebagian bahan bakunya berasal dari luar negeri. Kondisi ini kemudian menyebabkan banyak perusahaan yang akhirnya harus gulung tikar. Tercatat sedikitnya dua puluh lima juta orang pengangguran baru yang dihasilkan oleh krisis ini. Tentunya terdapat puluhan juta jiwa yang menggantungkan hidup pada pekerja-pekerja yang di-PHK itu.

Selasa, 24 September 2013

Perangi Korupsi Melalui Media Sosial

Korupsi jelas merupakan sebuah kejahatan yang sangat merugikan. Bila kita tengok, kerugian yang ditimbulkan oleh korupsi tidak hanya hilangnya uang negara, tetapi juga dalam jangka panjang bisa meruntuhkan kepercayaan masyarakat kepada negara.
Nur Kholis dalam artikelnya mengemukakan dampak korupsi seperti berikut ini:
 Korupsi berakibat sangat berbahaya begi kehidupan manusia, baik aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu. Bahaya korupsi bagi kehidupan diibaratkan bahwa korupsi adalah seperti kanker dalam darah, sehingga si empunya badan harus selalu melakukan “cuci darah” terus menerus jika ia menginginkan dapat hidup terus.

Senin, 23 September 2013

Keadilan hukum dan Keadilan Sosial akankah Menjauhkan Asas Legalitas dan Kepastian Hukum

Asas Legalitas masih harus dipandang perlu eksistensinya dalam sistem Hukum Pidana Indonesia, hal ini disebabkan selain adanya suatu kepastian hukum, juga menghindari adanya suatu bentuk kesewenang-wenangan dari aparatur penegak hukum maupun penguasa dalam konteks yang lebih luas. Untuk mempertegas permasalahan di atas yaitu apabila terjadi pertentangan mana yang didahulukan antara kepastian hukum dan keadilan, perlu saya tulis bunyi pasal 12 draft RUU KUHP 2005-2006 yang kurang lebih berbunyi ” Dalam mempertimbangkan hukum yang diterapkan, hukum sejauh mungkin menerapkan keadilan di atas kepastian hukum”. RUU KUHP mungkin kedepan bisa di jadikan guidance (penunjuk) apabila ada dilemma pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal itu haruslah diperhatikan karena sering kali keadilan terdesak, maka apabila keadilan dan kepastian hukum saling mendesak maka hakim sejauh mungkin mengutamakan keadilan di atas kepastian hukum. Karena muara akhir dari tujuan hukum adalah keadilan social.

Jumat, 13 September 2013

Perlindungan Sosial Warga Miskin

Secara sosiopolitik, Indonesia sudah memiliki syarat-syarat minimal untuk membangun Negara Kesejahteraan (welfare state). Yang diperlukan adalah kemauan politik pemerintah kepada rakyat. Apakah dengan UU RI Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai konkritisasi kemauan politik diletakkan, dan terutama implementasinya dapat mengurangi penderitaan rakyat miskin?
Pemerintah mempunyai kewajiban memberikan perlindungan, menyediakan berbagai fasilitas agar rakyat miskin jangan sampai bertambah miskin. Rakyat miskin perlu mengalami perubahan (changes) melalui intervensi pemerintah.

Jumat, 06 September 2013

Hukum Adat di Persimpangan Jalan?

Prof. Mr. C. Van Vollenhoven seorang pakar Hukum Adat di masa Belanda masih menguasai Nusantara mendefinisikan hukum adat sebagai “Hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.”

Perlu dipahami bahwa kondisi di sebagian wilayah Hindia Belanda (sebelum Indonesia) saat itu dikuasai Belanda, sedangkan masyarakatnya telah menjalankan hukum dan aturan yang telah berlaku jauh sebelumnya secara turun temurun. Sehingga, hukum adat masih digunakan dan diterapkan sesuai dengan wilayahnya masing-masing, di samping hukum dan peraturan yang ditetapkan oleh penjajah Belanda.

Sedangkan, pengertian Hukum Adat menurut Prof. Dr. Soepomo, SH. adalah hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif meliputi peraturan yang hidup meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.

Selasa, 03 September 2013

Korupsi, Bahaya Laten!

Krisis multidimensional yang menggelayut bangsa ini tidak juga menunjukkan tanda-tanda kapan akan berakhir. Rasanya kita skeptis dan pesimis dengan masa depan bangsa ini. Berbagai upaya menuju keadaan lebih baik tidak kunjung memberi harapan dan kepastian akan keberhasilan. Memandang masa depan merupakan keharusan di tengah ketidakpastian yang menyelimuti bangsa ini.